Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh dr. Ernst Gräfenberg, seorang ginekolog yang terkenal karena penelitiannya mengenai alat kelamin wanita. Dia telah mendeskripsikan area ini pada tahun 1950 dan selanjutnya pada tahun 1982 istilah ini mulai dituliskan dalam buku yang berjudul “The G Spot: And Other Discoveries About Human Sexuallity” sehingga membuat istilah G-spot menjadi terkenal.
Pada beberapa wanita, rangsangan pada G-spot dipercaya mampu memberikan orgasme yang lebih hebat dibandingkan rangsangan pada klitoris. Hal tersebut memicu sebagian besar wanita untuk mencari lokasi G-spot mereka.
Banyak orang percaya bahwa area wanita yang sangat sensitif ini terletak pada dinding depan vagina. Namun, sebenarnya lokasi G-spot belum dapat teridentifikasi secara tepat. Bahkan para peneliti masih memperdebatkan keberadaan area ini.
G-Spot, di Klitoris atau di Tempat Lain?
Direktur Sexual Medicine di Rumah Sakit Alvarado, San Diego, California, dr. Irwin Goldstein, menyatakan bahwa lokasi G-spot sulit untuk diidentifikasi karena G-spot bukanlah suatu struktur anatomis yang dapat dilihat seperti bagian tubuh lainnya, namun merupakan suatu perubahan fisiologis tubuh, seperti perubahan yang terjadi saat menelan atau buang air kecil.
Untuk membuktikan keberadaan G-spot, para peneliti dari Perancis yang terdiri dari Odile Buisson dan Pierre Foldes melakukan sebuah penelitian yang telah dipublikasikan oleh Journal of Sexual Medicine pada tahun 2009.
Dalam penelitian tersebut, Buisson dan Foldes melakukan pemeriksaan ultrasound terhadap vagina 5 orang wanita sehat yang menyatakan bahwa dirinya memiliki G-spot.
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa saat dilakukan penetrasi vagina dan kontraksi perineum (seperti saat berhubungan seksual) terdapat perubahan pada pangkal klitoris yang berhubungan langsung dengan dinding depan vagina bagian bawah, yaitu tempat yang dipercaya sebagai lokasi G-spot.
Karena itu, mereka menyimpulkan bahwa G-spot mungkin sebenarnya merupakan bagian dari klitoris, yang terdiri dari kumpulan ujung-ujung saraf yang sangat sensitif.
Namun, pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari King’s College London dinyatakan bahwa G-spot sebenarnya tidak ada, baik secara fisik maupun secara fisiologis.
Penelitian yang telah dipublikasikan oleh Journal of Sexual Medicine pada Januari 2010 ini dilakukan terhadap 1.804 wanita kembar yang berusia antara 22-83 tahun.
Dalam penelitian ini, para peneliti yang dipimpin oleh Andrea Burri, MSc tidak melakukan pemeriksaan fisik terhadap wanita-wanita tersebut dalam mencari G-spot, namun mereka hanya diberikan pertanyaan mengenai keberadaan G-spot pada diri mereka.
Dari penelitian tersebut didapatkan 56 persen responden mengatakan bahwa dirinya memiliki G-spot. Namun, tidak terdapat kaitan genetik diantara mereka yang percaya bahwa dirinya memiliki G-spot. Faktor lingkungan atau psikologis lebih berkontribusi dalam menentukan kepercayaan seseorang bahwa dirinya mempunyai G-spot.
Setiap Wanita Memiliki “G-Spot” Berbeda-beda
Menurut para peneliti, hal ini mungkin terjadi karena sebenarnya G-spot tidak ada, baik secara fisik maupun fisiologis. Burri menyimpulkan bahwa G-spot hanyalah opini subyektif wanita saja.
Debby Herbenick, peneliti dari Indiana University, menambahkan bahwa G-spot bukanlah sesuatu yang dapat dilihat, namun sudah diterima secara umum bahwa wanita mendapatkan sensasi menyenangkan atau bahkan mengalami orgasme, jika dirangsang di dinding depan vagina.
Setiap wanita memiliki sensitivitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh banyak hal dan bersifat sangat subjektif. Dengan adanya perbedaan ini, setiap wanita harus selalu mengeksplorasi tubuhnya dan mencari tahu apa yang sebenarnya mereka sukai.
Bicarakanlah hal tersebut kepada suami dan temukanlah G-spot Anda masing-masing. Sudahkah menemukan G-spot Anda?
Sumber : Okezone
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete